Makalah Filsafat Ilmu
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Terdapat suatu anggapan yang luas bahwa ilmu pada dasarnya adalah metode
induktif - empiris dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Memang terdapat beberapa
alasan untuk mendukung penilaian yang populer ini, karena ilmuwan mengumpulkan
fakta-fakta yang tertentu, melakukan pengamatan, dan mempergunakan data
indarawi. Walaupun begitu, analisis yang mendalam terhadap metode keilmuan akan
menyingkap kenyataan, bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuandalam usahanya
mencari pengetahuan lebih tepat digambarkan sebagai suatu kombinasi antara
prosedur empiris dan rasional. Epistemology keilmuan adalah rumit dan penuh
kontroversi, namun akan diusahakan disini, untuk memberikan analisis filosofis
yang singkat dari metode keilmuan, sebagai suatu teori pengetahuan. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa metode keilmuan adalah suatu cara dalam
memperoleh pengetahuan. Suatu rangkaian
prosedur tertentu.
Metode Ilmiah merupakan suatu cara
sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan
terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode
ilmiah.
Sedangkan Kebenaran ilmiah merupakan sesuatu yang krusial dalam
kehidupan ini. Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang, kelompok,
lembaga, atau bahkan negara akan menghalalkan tindakan terhadap orang
lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar. Begitu pula dalam
bidang pendidikan tidak mungkin seorang guru melakukan pendidikan,dan
pengajaran terhadap peserta didik jika tidak meyakini sebuah kebenaran.
Oleh karena itu bagaimana sesuatu dianggap benar, dan apa yang menjadi
kriteria kebenarannya. Kebenaran tidak mungkin berdiri sendiri jika tidak
ditopang dengan dasar-dasar penunjangnya, baik pernyataan, teori, keterkaitan,
konsistensi, keterukuran , dapat dibuktikan, berfungsi, dan bersifat netral
atau tidak netral. Untuk mencapai sebuah kebenaran pembuktian ilmiah ada beberapa tahapan yang harus dilalui, baik itu rasional,
hipotesa, kausalitas, anggapan sementara, teori, atau sudah menjadi hukum
kebenaran. Tahapan untuk mendapat kebenaran tersebut dapat dilihat dengan
menggunakan alat kajian filsafat, baik filsafafat Yunani, filsafat Barat, ataupun
filsafat Islam.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun
yang rumusan masalah untuk memahami pembuktian dan metode ilmiah dalam
pembuatan makalah ini adalah :
1.
Apa itu
metode ilmiah ?
2.
Bagaimana
penjabaran dari metode ilmiah ?
3.
Apa saja
rangkaian prosedur dalam pembuktian ilmiah ?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahaui
pengertian metode ilmiah
2.
Memahami
penjabaran dari metode ilmiah
3.
Mengetahui
rangkain prosedur pembuktian ilmiah
D.
SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam penyusunan Makalah ini dibagi ke dalam tiga bab, yang masing-masing
bab mendeskripsikan secara spesifik tema yang dibahas, yang diawali dari bab
pendahuluan dan berakhir pada suatu kesimpulan. Semua bab tersebut secara
sistematik adalah:
Bab pertama adalah Pendahuluan
yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
kerangka pemikiran dan sistematika penulisan.
Bab kedua membahas tentang landasan teoritis dan hal-hal yang tercakup
dalam pembahasan metode dan
pembuktian ilmiah.
Bab ketiga merupakan bab terakhir yang merupakan kesimpulan dari penelitian ini serta
rekomendasi atau saran-saran yang disampaikan penyusun.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Metode
Ilmiah
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang di sebut ilmu.
Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan melalui metode ilmiah. Tidak
semua pengetahuan dapat di sebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang
cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang
harus di penuhi agar suatu pengetahuan dapat di sebut ilmu tercantum dalam apa yang
di namakan metode ilmiah. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui
sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis.[1]
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia
Calder, dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.[2]
Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada
masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi
ilmu tidak mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena
yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang
nyata pula. Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri
dengan fakta, apapun juga teori-teori yang menjembatani antara keduanya. Teori
yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam
dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana
pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya,
teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan obyek
yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkannya, harus
didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar. Di sinilah pendekatan
rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang
disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara
konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan
yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.[3]
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran,
antara lain sebagai berikut:
1.
The
correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar
itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa
yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
2.
The
consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas,
tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa
kebenaran ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan
lainnya yang telah kita ketahui dan kita akui benarnya terlebih dahulu.
3.
The
pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar
tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada
berfaedah tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk
bertindak dalam kehidupannya.
Dari tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
kebenaran adalah kesesuaian arti dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan
lain yang telah kita akui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya
teori tersebut bagi kehidupan manusia. Sedangkan nilai kebenaran itu
bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh Andi Hakim Nasution
dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran mempunyai tiga
tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin.
Adapun kebenaran menurut Anshari mempunyai empat
tingkatan, yaitu:
1. Kebenaran wahyu
2. Kebenaran spekulatif filsafat
3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4. Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut
dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat
relatif, mungkin benar dan mungkin salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar
pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang
salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar
karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Karena itu,
kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu
berubah-rubah dan berkembang.[4]
Secara
garis besar metode ilmiah ada dua macam, yaitu metode yang bersifat umum dan
metode penelitian ilmiah.
1)
Metode
Ilmiah yang bersifat Umum
Metode
ilmiah ini di bagi menjadi dua, yaitu: metode analitiko-sintesis dan metode
nondeduksi. Metode analitiko-sintesis merupakan gabungan dari metode analisis
dan metode sintesis. Metode nondeduksi merupakan gabungan dari metode deduksi
dan metode nondeduksi. Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak
terkhir kita akan mendapatkan pengetahuan analitis. Pengetahuan analitis ada
dua macam, apriori dan aposteriori. Metode anlisis adalah cara penanganan
terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan cara memilah-milahkan pengertian
yang satu dengan yang lainnya. Pengaetahuan analitis apriori misalnaya,
definisi segitga mengatakan bahwa segitiga itu merupakan suatu bidang yang di
batasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk susut berjumlah
180 derajat. Pengetahuan analitis aposteriori berarti bhwa kita dengan
menerapkan metode analisis terhadap sesuatu bahan yang terdapat di alam empiris
ataubdalam pengalaman sehari-hari memperoleh suatu pengetahuan tertentu.
Pengetahuan
yang diperoleh metode sintesis dapat berupa pengetahuan apriori dan pengetahuan
aposteriori.metode sintesis adalah cara penggunaan terhadap suatu objek dengan
cara menggabungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya sehingga
menghasilkan pengetahuan yang baru. Pengwtahuan sintesisi apriori misalnya,
bahawa 1+1=2. Aposteriori menunjuk kepada hal yang adanya berdasarkan
pengalaman atau dapat di buktikan dengan tangkapan indrawi. Pengetahuan
aposteriori di peroleh dengan cara menggabungkan pengertian menyangkut hal
terdapat dalam alam yang terdapat dalam tangkapan indrawi atau pengalaman
empiris.
Metode
deduksi adalah penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan menrarik
kesimpulan mengenai hala-hal yang bersifat khusus berdasarkan ketetntuan
hal-hal yang bersifat umum. Metode induksi adalah cara penanganan terhadap
suatu objek tertentu dengan menarik kesimpulan yang bersifat lebih umum
berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlajh hal yang lebih
khusus.[5]
Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode
untuk memperoleh pengetahuan.[6]
diantaranya adalah:
1. Metode Empirisme
Menurut
paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman
yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat
kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan
bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya
melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui
perantaraan indera. Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata,
waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan
didalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman indera. Akal
merupakan sejenis tempat penampungan, yang secara prinsip menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme
berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi,
kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak,
sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan
mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah
metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan
pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera
manusia.
2. Metode Rasionalisme
Berbeda
dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk
memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme
menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang
bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes
(Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif
melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a. Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
b. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan
kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran. Fungsi pengalaman
inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong
dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
3. Metode Fenomenalisme
Immanuel
Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan
oleh David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme.
Menurut Kant, metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman
melainkan ditumbuhkan dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran
akal rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan
mutlak serta memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya ada empat macam
pengetahuan :
a)
Pengetahuan
analisis apriori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap
unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau
sebelum pengalaman.
b)
Pengetahuan sintesis apriori, yaitu
pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk
pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan dua hal yang biasanya
terpisah.
c)
Pengetahuan analitis aposteriori, yaitu
pengetahuan yang terjadi sebagai akibat pengalaman.
d)
Pengetahuan sintesis aposteriori yaitu
pengetahuan sebagai hasil keadaan yang mempersatukan dua akibat dari pengalaman
yang berbeda.
e)
Pengetahuan
tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling sempurna, karena
ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant mengakui dan
memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya untuk
memperoleh pengetahuan.
4. Metode Intuisionisme
Metode
intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui intuisi
tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya.
Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah
metode untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami
oleh manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman
inderawi yang bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya
mengatur bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5. Metode Ilmiah
Pada
metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara menggabungkan
pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk dengan
ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yaitu
harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan
fakta-fakta empiris Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika
deduktif dan induktif dimana rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam
sebuah sistem dengan mekanisme korektif. Metode ilmiah diawali dengan
pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu sama lain secara sistematis dengan
fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk memperoleh pengetahuan dengan
metode ilmiah diajukan semua penjelasan rasional yang statusnya hanyalah
bersifat sementara yang disebut hipotesis sebelum teruji kebenarannya secara
empiris. Hipotesis, yaitu dugaan atau jawaban sementara terhadap permasalahan
yang sedang kita hadapi. Untuk memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan
bukti yaitu bahan-bahan keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesis
tersebut dan hipotesis itu harus meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang
memang demikian keadaannya.[7]
Pada metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan
deduksi. Deduksi pada hakikatnya bersifat rasionalistis dengan mengambil
premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya. Menurut
AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang pertama kali dilakukan adalah menemukan
kebenaran dari masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan ekperimen
untuk menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism (experimental
opetarion, operation research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan
kebenaran, Metode hipotetico – deduktif, Induksi dan presupposisi/teori untuk
menemukan kebenaran fakta. Kerangka berpikir yang berintikan proses
logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut:
a)
Perumusan
masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di
dalamnya.
b)
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan
hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mubgkin
terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan bentuk konstelasi
permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasrakan
premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor
empiris yang relevan dengan permasalahan.
c)
Perumusan
hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang
diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang
dikembangkan.
d)
Pengujian
hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis
yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung
hipotesis tersebut atau tidak.
e)
Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian
apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu di tolak atau diterima. Seandainya
dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang cukup dan mendukung maka hipotesis
tersebut akan diterima dan sebaliknya jika tidak didukung fakta yang cukup maka
hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima dianggap menjadi bagian
dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni
mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah
sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.[8]
2)
Metode Penelitian Ilmiah
Metode
ini dibagi dua, siklus empiris dan vertikal. Metode siklus empiris adalah suatu
cara penanganan terhadap objek ilmiah yang biasanya bersifat empiris dan
penerapannya terjadi di tempat yang tertutup, seperti laboratorium dan
sebagainya. Metode vertikal di gunakan dalam penyelidikan yang pada umumnya
mempunyai objek bersifat kejiwaan yang lazimnya berupa tingkah laku manusia
dalam berbagai bidang kehidupan seperti: ekonomi, politik, social dan
sebagainya.[9]
Metode ilmiah bergantung pada karakterisasi yang cermat
atas subjek investigasi. Dalam proses karakterisasi, ilmuwan mengidentifikasi
sifat-sifat utama yang relevan yang dimiliki oleh subjek yang diteliti. Selain
itu, proses ini juga dapat melibatkan proses penentuan (definisi) dan
pengamatan-pengamatan yang dimaksud seringkali memerlukan pengukuran dan
perhitungan yang cermat. Proses pengukuran dapat dilakukan terhadap objek yang
tidak dapat diakses atau dimanipulasi seperti bintang atau populasi manusia.
Hasil pengukuran secara ilmiah biasanya ditabulasikan dalam table. Digambarkan
dalam bentuk grafik atau dipetakan dan diproses dengan penghitungan statistika
seperti korelasi dan regresi.[10]
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut
penelitian ilmiah. Suatu penelitian
harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian
ilmiah.
v Karakterisasi
Metode Ilmiah
Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah,[11]
yaitu:
- Sistematik, berarti
suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai
pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang
kompleks.
- Logis, suatu
penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta
empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau
kaidah bekerjanya akal, yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa
prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari
berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu cara
berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan
yang bersifat umum.
- Empirik,
artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari
(fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau
melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan empirik ada tiga yaitu :[12]
a)
Hal-hal
empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau
perbandingan satu sama lain).
b)
Hal-hal
empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu.
c) Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan melainkan ada
penyebabnya.
- Obyektif,
artinya suatu penelitian menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak
mencampurkannya dengan nilai-nilai etis.
e. Replikatif, artinya suatu
penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh peneliti lain dan
harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan
kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional
variabel menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.
v Langkah-langkah
yang ditempuh dalam metode ilmiah
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1.
Perumusan masalah Perumusan masalah adalah langkah awal dalam
melakukan kerja ilmiah. Masalah adalah kesulitan yang dihadapi yang memerlukan
penyelesaiannya atau pemecahannya. Masalah penelitian dapat di ambil dari
masalah yang ditemukan di lingkungan sekitar kita, baik benda mati maupun
makhluk hidup. Untuk dapat merumuskan permasalahan dengan tepat, maka perlu
melakukan identifikasi masalah.Agar permasalahan dapat diteliti dengan seksama,
maka perlu dibatasi. Pembatasan diperlukan agar kita dapat fokus dalam
menyelesaikan penelitian kita. Hal-hal yang harus diperhatikan di dalam
merumuskan masalah, antara lain sebagai berikut :
a). Masalah
hendaknya dapat dinyatakan dalam bentuk kalimat Tanya.
b). Rumusan masalah hendaknya singkat, padat,
jelas dan mudah dipahami. Rumusan masalah yang terlalu panjang akan sulit
dipahami dan akan menyimpang dari pokok permasalahan.
c). Rumusan
masalah hendaknya merupakan masalah yang kemungkinan dapat dicari cara
pemecahannya. Permasalahan mengapa benda bergerak dapat dicari jawabannya
dibandingkan permasalahn apakah dosa dapat diukur.
2.
Perumusan hipotesis Ketika kita mengajukan atau merumuskan
pertanyaan penelitian, maka sebenarnya pada saat itu jawabanya sudah ada dalam
pikiran. Jawaban tersebut memang masih meragukan dan bersifat sementara, akan
tetapi jawaban tersebut dapat digunakan untuk mengarahkan kita untuk mencari
jawaban yang sebenarnya. Pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban sementara
terhadap pertanyaan penelitian disebut sebagai hipotesis penelitian. Hipotesisi
penelitian dapat juga dikatakan sebagai dugaan yang merupakan jawaban sementara
terhadap masalah sebelum dibuktikan kebenarannya. Oleh karena berupa dugaan
maka hipotesis yang kita buat mungkin saja salah. oleh karena itu, kita harus
melakukan sebuah percobaan untuk menguji kebenaran hipotesis yang sudah kita
buat.
3.
Perancangan penelitian Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu
harus dipersiapkan rancangan penelitiannya. Rancangan penelitian ini berisi
tentang rencana atau hal-hal yang harus dilakukan sebelum, selama dan setelah
penelitian selesai. Metode penelitian, alat dan bahan yang diperlukan dalam
penelitian juga harus disiapkan dalam rancangan penelitian. Penelitian yang
kita lakukan dapat berupa penelitian deskriptif maupun penelitian
eksperimental. Penelitian deskripsi merupakan penelitian yang memberikan
gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta dan sifat-sipat
objek yang diselidiki. Contoh dari penelitian deskriptif, misalnya penelitian
untuk mengetahui populasi hewan komodo yang hidup di Pulau komodo pada tahun
2008. Adapun penelitian eksperimental merupakan penelitian yang menggunakan
kelompok pembanding. Contoh penelitian eksperimental, misalnya penelitian tentang
perbedaan pertumbuhan tanaman di tempat yang terkena matahari dengan
pertumbuhan tanaman di tempat yang gelap. Selain rancangan penelitian, terdapat
beberapa faktor lain yang juga harus diperhatikan. Faktor pertama adalah
variabel penelitian, sedangkan yang kedua adalah populasi dan sampel. Variabel
merupakan faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Populasi merupakan
kumpulan/himpunan dari semua objek yang akan diamati ketika melakukan
penelitian, sedangkan sampel merupakan himpunan bagian dari populasi. Di dalam
penelitian, variabel dapat dibedakan menjadi :
a). Variabel
bebas yaitu variabel yang sengaja mengalami perlakuan atau sengaja diubah dan
dapat menentukan variabel lainnya (variabel terikat)
b). Variabel
terikat yaitu variabel yang mengalami perubahan dengan pola teratur
(dipengaruhi oleh variabel bebas)
c). Variabel
control yaitu variabel yang digunakan sebagai pembanding dan tidak mengalami
perlakuan atau tidak diubah-ubah selama penelitian.
4.
Pelaksanaan penelitian, langkah-langkah pelaksanaan penelitian
adalah sebagai berikut :
a). Persiapan
penelitian biasanya diwujudkan dalam pembuatan rancangan penelitian. Alat,
bahan, tempat, waktu dan teknik pengumpulan data juga harus dipersiapkan dengan
baik.
b). Pelaksanaan
1) Pengumpulan/pengambilan data a) Data kualitatif merupakan data yang
diperoleh dari hasil pengamatan dengan menggunakan alat indra, seperti indra
penglihatan (mata), indra penciuman (hidung), indra pengecap (lidah), indra
pendengaran (telinga), dan indra peraba (kulit). Contohnya adalah ketika kita
melakukan pengamatan buah mangga maka data kualitatif yang dapat kita peroleh
adalah mengenai rasa buah, warna kulit, dan daging buah, serta wangi atau aroma
buah. b) Data kualitatif merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran
sehingga akan diperoleh data berupa angka-angka. Contohnya adalah data mengnai
berat buah mangga,ketebalan daging buah, diameter buah mangga. 2) Pengolahan
data, setelah data-data yang kita perlukan berhasil dikumpulkan maka tahapan
selanjutnya adalah melakukan pengolahan atau analisis data. Data yang kita
peroleh dapat ditulis atau kita nyatakan dalam beberapa bentuk, seperti table,
grafik dan diagram. 3) Menarik kesimpulan, setelah pengolahan data melalui
analisis selesai dilakukan maka kita dapat mengetahui apakah hipotesis yang
kita buat sesuai dengan hasil penelitian atau mungkin juga tidak sesuai.
Selanjutnya kita dapat mengambil kesimpilan dari penelitian yang telah kita
lakukan. Kesimpulan yang kita peroleh dari hasil penelitian dapat mendukung
hipotesis yang kita buat, tetapi kesimpulan yang kita ambil harus dapat
menjawab permasalahan yang melatarbelakangi penelitian.
5.
Pelaporan penelitian
Sistematika penyusunan laporan penelitian
a). Pendahuluan
berisi tentang latar belakang dilaksanakannya penelitian, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian dan hipotesis
b). Telaah
kepustakaan/kajian teori, bagian kajian teori merupakan bagian yang berisi
tentang hasil telaah yang dilakukan oleh peneliti terhadap teori dan
hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan.
c). Metode
penelitian, berisi segala sesuatu yang dilakukan oleh peneliti mulai dari
persiapan, pelaksanaan dan akhir dari sebuah penelitian. Bagian metode
penelitian berisi tentang teknik pengambilan data, cara atau teknik pengolahan
data, populasi dan sampel, alat, bahan, tempat dan waktu penelitian.
d). Hasil dan
pembahasan penelitian, berisi tentang data hasil penelitian yang berhasil
dikumpulkan selama penelitian. Data yang diperoleh disampaikan dalam bentuk
grafik, tabel , atau diagram.
e). Kesimpulan dan saran, berisi tentang
kesimpulan yang dihasilkan merupakan jawaban terhadp hipotesis yang sudah diuji
kebenarannya. Saran dari peneliti kepada pihak lain, yaitu pembaca dan bagi
peneliti lainnya untuk melakukan penelitian-penelitian selanjutnya.
B.
Teori
Teori
merupakan abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan
dengan pengalaman empiris, artinya teori ilmu merupakan penjelasan rasional
yang berkesesuaian dengan objek yang di jelaskan.
Teori
merupakan pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu factor
tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Sebuah teori biasanya terdiri dari
hukum-hukum. Hukum pada hakikatnya nerupakan pernyataan yang menyatakan
hubungan antar dua variable atau lebih dalam suatu kaitan sebab akibat atau
hubungan kasualitas. Secar mudah maka dapat dikatakan bahwa teori adalah
pengetahuan ilmiah yang memberikan penjelasan tentang ” mengapa ” suatu
gejala-gejala terjadi. Sedangkan hukum memberikan kemampuan kepada kita untuk
meramalakan tentang” apa “ yang mungkin terjadi. Pengetahuan ilmiah yang berbentuk
teori dan hukum ini harus mempunyai tingkat keumuman yang tinggi atau
universal. Disinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empriris
dalam langkah-langakah yang disebut metode ilmiah. Secar rasional maka ilmu
menyusun pengetahuannya secara
konsisiten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan antar
pengetahuan yang sesuai dengan fakta dan yang tidak. Secar sederhana maka hal
ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yaitu,
harus konsisiten dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan
fakta-fakta empiris.
C.
Hipotesis
Hipotesis
adalah pernyataan sementara tentang hubungan antar variabel. Hubungan hipotesis
ini di ajukan dalm benmtuk dugaan kerja atau teori yang merupakan dasar dalam menjelaskan
kemungkinan hubungan tersebut. Hipotesis di ajukan secara khas dengan dasar
coba-coba (trial-and-eror). Hipotesis hanya merupakan dugaan yang
beralasan.
D.
Logika
Penalaran
merupakan suatu proses berfikir yang membuahkan pengetahuan. Suatu penarikan
kesimpulan baru di anggap sohih ,kalu proses penarikan kesimpulan di lakukan
menurut cara tertentu. Cara inilah yang di sebut logika, secara luas di artikan
pengkajian untuk berfikir secara sohih. Dalam logika berfikir di pandang dari
sudut kelurusan dan ketepatannya.
E.
Data
Informasi
Tahap ini
merupakan sesuatu yang paling di kenal dalam metode keilmuan. Di sebabkan oleh
banyaknya kegiatan keilmuan yang di arahkan kepada pengumpulan data maka banyak
orang yang menyamakan ilmuan dengan pengumpulan fakta. Hasil observasi ini
kemudian di tuangkan dlam bentuk pernyataan-pernyataan.
Penyusunan
dan klasifikasi data. Tahap metode keilmuan ini menekankan kepada penyusunan
fakta dalam kelompok-kelompok jenis-jenis dan kelas-kelas.
F.
Pembuktian
Langkah
selanjutnya sesudah penyusunan hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut
dengan mengonfrontasikannya dengan dunia fisik yang nyata. Sering sekali dalam
hal ini kita harus melakukan langkah perantara yakni menentukan faktor-faktor
apa yang di dapat kita uji dalam rangka melakukan verifikasi terhadap
keseluruhan hipotesis tersebut. Proses pengujian tersebut merupakan pengumulan
fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang di ajukan. Pembuktian inilah
sebenarnya yang memberi vonis terhadap teori ilmiah apakah pernyataan-pernyataan
yang di kandungnya dapat diterima kebenarannya atau ditolak secara ilmiah.
Pengujian
kebenaran dalam ilmu berarti mengetes alternatif-alternatif hipotesis dengan
pengamatan kenyataan yang sebenarnya atau lewat pengetahuan. Dalam hubungan ini
maka keputusan terakhir terletak padda fakta. Jika fakta tidak mendukung satu
hipotesis, maka hipotesis yang lain dipilih dan diproses ulang kembali. Hakim
yang terakhir dalam hal ini adalah data
empiris. Kaidah bersifat umum atau hukum haruslah memenuhi persyaratan yang
empiris tetapi kaum rasionalis tidak menyerah dalam tahap pengujian kebenaran
ini. Mereka mengemukakan bahwa suatu hipotesis hanya dapat diterima secara
keilmuan bila dia konsisten dengan hipotesis yang sebelumnya telah disusun dan
diuji kebenerannya.
G.
Evaluasi
Evaluasi
dalam hal ini yaitu penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah
hipotesis yang di ajukan itu di tolak atau diterima. Sekiranya dalam proses
pengujian hipotesis terdapat fakta yang mendukung maka hipotesis itu diterima.
Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup
mendukung maka hipotesis itu di tolak. Hipotesis yang diterima kemudian
dianggap menjadi bagian dari bagian
ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan keilmuan yakni mempunyai kerangka
penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya serta telah
menguj kebenarannya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan secara
fragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat fakta yang menyatakan
sebaliknya.
Evaluasi
juga dapat berupa penjelasan dari seluruh rangkaian metode ilmiah. Setelah
ilmuwan melakukan pengamatan, membuat deskripsi dan mencatat data yang yang
menurut dia relevan denagn masalahnya , dia menghadapi slah satu segi yang
terpenting dari usahanya, yakni memberikan penjelasan. Penjelasan dalam ilmu
pada dasarnya adalah menjawab pertanyaan “mengapa”.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang
digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini
menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya
suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiahesuai dengan
tujuan dan fungsinya
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah yang menghasilkan pembuktian ilmiah’
Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah yang menghasilkan pembuktian ilmiah’
Sedangkan kebenaran Ilmiah adalah
kebenaran yang bersifat mutlak dengan pembuktian dengan melalui beberapa
tahapan atau proses menuju pencapaian kebenaran tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten dan kebenarannya
telah teruji secara empiris. Dalam hal ini harus disadari bahwa proses
pembuktian dalam ilmu tidaklah bersifat absolut. Sekiranya sekarang kita dapat
mengumpulkan fakta-fakta yang mendukung hipotesis kita maka bukan berarti bahwa
untuk selamanya kita akan mendapatkan hal yang sama. Mungkin saja
sewaktu-waktu, baik secara kebetulan maupun karena disebabkan kemajuan dalam
peralatan pengujian, maka kita akan mendapatkan fakata yang menolak hipotesis
yang selama ini kita anggap benar. Jadipada hakikatnya suatu hipotesis dapat
kita terima kebenarannya selama tidak didapatkan fakta yang menolak hipotesis
tersebut. Hal ini membawa dimensi baru kepada hakikat ilmu yang bersifat
pragmatis dari ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad, filsafat
ilmu, Yogyakarta: Pustaka pelajar,
cetakan pertama, 2010.
Suriasumantri, Jujun S, Filsafat Ilmu sebuah pengantar
popular, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, cetakan ke 9,1995.
Fautanu, Idzam, filsafat
ilmu teori & aplikasi, Yogyakarta: Referensi, cetakan pertama,2012
[1] Mohammad Adib, filsafat ilmu, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2010), cet. 1, hlm.93
[2] Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular,(Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan,1995), cet. 9, hlm. 121
[3] http://bioarif.blogspot.com/2013/10/makalah-filsafat-pendidikan.html,
terakhir diakses pada tanggal 22 mei 2014, jam 21.00 wib
[4] http://bioarif.blogspot.com/2013/10/makalah-filsafat-pendidikan.html,
terakhir diakses pada tanggal 22 mei 2014, jam 21.00 wib
[5] Mohammad Adib, filsafat ilmu, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2010), cet. 1, hlm.94
[6] Idzam Fautanu, filsafat ilmu teori & aplikasi, (Yogyakarta:
Referensi,2012), cet. 1, hlm. 166
[7] http://bioarif.blogspot.com/2013/10/makalah-filsafat-pendidikan.html,
terakhir diakses pada tanggal 22 mei 2014, jam 21.00 wib
[8] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah pengantar popular,(Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan,1995), cet. 9, hlm. 127
[9] Mohammad Adib, filsafat ilmu, ( Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2010), cet. 1, hlm.96
[10] http://bioarif.blogspot.com/2013/10/makalah-filsafat-pendidikan.html,
terakhir diakses pada tanggal 22 mei 2014, jam 21.00 wib
[11] http:// gustinabildaffa.blog.com /makalah-filsafat-pendidikan.html, terakhir
diakses pada tanggal 21 mei 2014, jam 22.00 wib
[12] http://bioarif.blogspot.com/2013/10/makalah-filsafat-pendidikan.html,
terakhir diakses pada tanggal 22 mei 2014, jam 21.00 wib
Tidak ada komentar