Makalah Desain Kurikulum
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembinaan kurikulum adalah kegiatan
yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan, mempertahankan, dan menyempurnakan
kurikulum yang telah ada, guna memperoleh hasil yang maksimal. Pelaksanaan
kurikulum sendiri diwujudkan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan
prinsip-prinsip dan tuntutan kurikulum yang dikembangkan sebelumnya bagi
pendidikan/sekolah tertentu.
Dengan demikian, pembinaan kurikulum
di sekolah dilakukan, setelah melalui tahap pengembangan kurikulum, atau setelah
terbentuknya kurikulum baru.
Pengembangan
kurikulum sebagai tahap lanjutan dari pembinaan, yakni kegiatan yang mengacu
untuk menghasilkan suatu kurikulum baru. Dalam kegiatan tersebut meliputi
penyususnan-penyusunan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan. Melalui
tahap-tahap tersebut akan menghasilkan kurikulum baru. Dan dengan terbentuknya
kurikulum baru, maka tugas pengembangan telah selesai.
Pengembangan
kurikulum adalah sebuah proses siklus yang tidak pernah ada titik awal dan
akhirnya. sebab, pengembangan kurikulum ini merupakan suatu proses yang
bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi tujuan,
metode, material, penilaian dan balikan (feed back).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian dari kurikulum?
2.
Apa saja yang menjadi prinsip dalam desain
kurikulum?
3.
Apa jenis pendekatan dalam perkembangan
kurikulum?
C.
Tujuan penulisan
1.
mengetahui pengertian kurikulum
2.
mengetahui prinsp dalam desain kurikulum
3.
mengetahui jenis pendekatan dalam perkembangan kurikulum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata curir
artinya pelari. Kata Curere artinya tempat berpacu. Curriculum diartikan
jarak yang ditempuh oleh seorang pelari. Pada saat itu kurikulum diartikan
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa/murid untuk mencapai
ijazah. Rumusan kurikulum tersebut mengandung makna bahwa isi kurikulum tidak
lain adalah sejumlah mata pelajaran(subjek matter) yang harus dikuasai siswa,
agar siswa memperoleh ijazah. Itulah sebabnya kurikulum dipandang sebagai
rencana pembelajaran untuk siswa.
Ilmu pengetahuan selalu berubah dan berkembang, demikian
juga bidang pendidikan. Perubahan dalam bidang pendidikan membawa pengaruh
terhadap perubahan pandangan mengenai kurikulum. Kurikulum yang semula
dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran, kemudian beralih makna menjadi semua
kegiatan atau semua pengalaman belajar yang diberikan kepada siswa
di bawah tanggung jawab sekolah, untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum sebagai program belajar bagi siswa harus
memiliki tujuan yang ingin dicapai, isi program yang harus diberikan dan
strategi/cara bagaimana melaksanakan program tersebut.[1]
kurikulum
tersebut terdiri dari empat unsur yaitu:[2]
a. Tujuan
Mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbangan
tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenan dengan mata pelajaran (subject
course) maupun kurikulum secara menyeluruh.
b. Metode dan material
Mengembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material institusi
untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan pertimbangan pengajar
c. Penilaian (assesment)
Menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan dalam hubungan
dengan tujuan
d. Balikan
(feedback)
Umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh, yang pada
gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya.
B.
Prinsip Desain Kurikulum
Yang
dimaksud desain adalah rancangan, pola, atau model. Mendesain kurikulum berarti
menyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan misi dan visi
sekolah. Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti seorang
arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkontruksi bangunan terlebih
dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.[3]
Fred Percival
dan Henry Ellington (1984) mengemukakan bahwa desain kurikulum adalah
pengembangan proses perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi
kurikulum. Selanjutnya, Saylor mengajukan delapan prinsip sebagai acuan dalam
desain kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.[4]
1. Desain
kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis
pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai
dengan hasil yang diharapkan.
2. Desain
memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan
tujuan-tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan
bimbingan guru.
3. Desain
harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip
belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar
di sekolah.
4. Desain
harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan,
kapasitas, dan tingkat kematangan siswa.
5. Desain
harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang
diperoleh di luar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.
6. Desain
harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan
belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus
berlanjut pada pengalaman berikutnya.
7. Kurikulum
harus didesain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian,
pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur dan,
8. Desain
kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.
Jadi, desain
kurikulum dapat didefinisikan sebagai rencana atau komponen dari unsur-unsur
kurikulum yang tersiri dari tujuan, isi, pengalaman belajar, dan evaluasi.
Penyusunan desain kurikulum terbagi menjadi dua dimensi yaitu, dimensi
horisontal dan vertikal. Dimensi horisontal berkenaan dengan penyusunan dari
lingkup isi kurikulum. Susunan lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses
belajar dan mengajarnya. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan
sekuens, bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran. Bahan tersusun mulai dari
yang mudah, kemudian menuju pada yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar
diteruskan dengan yang lanjutan.[5]
C. Pendekatan dalam Pengembangan Kurikulum
Menurut Wina Sanjaya[6] Dilihat dari cakupan
pengembangannya apakah curriculum construction atau curriculum improvement, ada dua
pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pertama,
pendekatan top down atau pendekatan administratif, yaitu
pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah, dan kedua adalah
pendekatan grass roots, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisiatif dari bawah lalu
disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat
sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1.
Pendekatan Top Down
Dikatan
pendekatan top down, disebabkan
pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para
administrator atau dari para pemegang kebijakan (pejabat) pejabat pendidikan
seperti dirjen atau para kepala kantor Wilayah.[7]
Pendekatan
top down bisa dilakukan baik untuk menyusun kurikulum yang benar-benar baru (curriculum construction) ataupun untuk penyempurnaan
kurikulum yang sudah ada (curriclum improvement). Prosedur
kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai
berikut.
Langkah Pertama, dimulai dengan pembentukan tim pengarah oleh pejabat pendidikan. Anggota
ini terdiri dari para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, para ahli dsiplin
ilmu, dan para tokoh dari dunia kera. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep
dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah, dan tujuan
umum pendidikan.
Langkah kedua, adalah menyusun tim atau kelompok kerjauntuk menjabarkan kebijakan atau
rumusan-rumusan yang telah disusun oleh pengarah tim. Anggota dari kelompok ini
adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi,
bahkan guru-guru senior yang sudah dianggap berpengalaman. Tugas dari tim ini
yaitu merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum,
memilih dan menyusun sequence bahan
pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat atau petunjuk evaluasi, serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.
Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja,
selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi
catatan atau direvisi.
Keempat, para administrator selanjutnya memerintahkan kepada setipa sekolah untuk
mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.
Dari
langkah-langkah pengembangan seperti di atas, maka tampak jelas bahwa inisiatif
penyempurnaan atau perubahan kurikulum mulai dari pemegang kebijakan kurikulum,
atau para pejabat yang berhubungan dengan pendidkan, sedangkan tugas guru hanya
sebagai pelaksana kurikulum yang telah ditentukan oleh para pemegang kebijakan.
Maka dari itulah, proses pengembangan degan pendekatantop down dinamakan juga pendekatan dengan
sistem komando.
2.
Pendekatan Grass Roots
Dalam pendekatan ini, inisiatif
pengembangan kurikulum dimulai dari lapangan atau dari guru-guru sebagai
implementator, kemudian menyebar pada lingkungan yng lebih luas, makanya
pendekatan ni dinamakan juga pengembangan kurikulum dari bawah ke atas. Oleh karena
sifatnya yang demikian, maka pendekatan ini lebih banyak digunakan dalam
penyempurnaan kurikulum (curriculum improvement), walaupun
dalam skala yang terbatas mungkin juga digunakan dalam pengembangan kurikulum
baru (curriculum
construction).[8]
Model ini didasarkan pada dua
pandangan pokok, yaitu: pertama,implementasi kurikulum akan lebh
berhasil apabila guru-guru sebagai pelaksana sudah dari sejak semula terlibat
secara langsung dalam pengembangan kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum bukan hanya melibatkan personel yang profesional
(guru) saja, tetapi siswa, orang tua, dan anggota masyarakat. Dalam kegiatan
pengembangan kurikulum demikian, kerja sama dengan orang tua murid dan
masyarakat sangatlah penting. Kerja sama di antara sesama guru dengan sendirinya
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari model ini.
Model grass-roots ini didasarkan atas
empat prinsip, yaitu: (a) kurikulum akan bertambah baik, jika kemampuan
profesional guru bertambah baik; (b) kompetensi guru akan bertambah baik, jika
guru terlibat secara pribadi di dalam merevisi kurikulum; (c) jika guru
terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi, mendefinisikan
dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil pengembangan kurikulum
akan lebih bermakna; dan (d) hendaknya di antara guru-guru terjadi kontak
langsung sehingga mereka dapat saling memahami dan mencapai suatu konsensus
tentang prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana.
Yang dimaksudkan pendekatan adalah
cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti
langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang
lebih baik. Setidak-tidaknya ada 4 pendekatan dalam pengembangan kurikulum di
antaranya, yaitu: pendekatan subyek akademik, pendekatan humanistik, pendekatan
teknologi, dan pendekatan rekonstruksi social, Namun disini kami akan
menguraikan tiga pendekatan yakni pendekatan subyek akademik, pendekatan
humanistic, dan pendekatan teknologi.
a)
Pendekatan Subjek Akademis
Pendekatan ini adalah
pendekatan yang tertua, sejak sekolah yang pertama berdiri kurikulumnya mirip
dengan tipe ini. Kurikulum disajikan dalam bagian-bagian ilmu pengetahuan, mata
pelajaran yang di intregasikan.
Ciri-ciri ini berhubungan dengan maksud, metode, organisasi dan evaluasi.
Pendekatan subjek akademis dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
didasarkan pada sistematisasi disiplin ilmu masing-masing.
Para ahli akademis terus mencoba mengembangkan sebuah kurikulum yang akan
melengkapi peserta didik untuk masuk ke dunia pengetahuan, dengan konsep
dasar dan metode untuk mengamati, hubungan antara sesama, analisis data, dan
penarikan kesimpulan. Pengembangan kurikulum subjek akademis dilakukan dengan
cara menetapkan lebih dahulu mata pelajaran apa yang harus dipelajari peserta
didik, yang diperlukan untuk persiapan pengembangan disiplin ilmu.
Prioritas
pendekatan ini adalah mengutamakan sifat perencanaan program dan juga
mengutamakan penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.[9]
b)
Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa atau peserta didik (student-centered)
dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan
sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistic meyakini
bahwa kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral
dalam kurikulum, agar proses belajar memberikan hasil yang maksimal.[9]
Kurikulum humanistik mempunyai beberapa karakteristik,
berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. Menurut para
pakar humanis kurikulum berfungsi menyediakan pengalaman berharga untuk
membantu memperlancar perkembangan pribadi murid. Bagi mereka tujuan pendidikan
adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada
pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap
diri sendiri, orang lain, dan belajar. Semua itu merupakan bagian dari cita-cita
perkembangan manusia yang teraktualisasi (self actualizing person).
c)
Pendekatan Teknologis
Dalam menyusun kurikulum atau program pendidikan
bertolak dari analisis kompetensi yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tugas-tugas tertentu. Materi yang diajarkan, kriteria evaluasi
sukses, dan strategi belajarnya ditetapkan sesuai dengan analisis tugas (job
analysis) tersebut.
Kurikulum sebagai model teknologi pendidikan
menekankan pada penyusunan program pengajaran dengan menggunakan pendekatan
sistem. Program pengajaran ini dapat menggunakan sistem saja, atau juga dengan
alat atau media. Selain itu, dapat juga dipadukan. Dalam konteks kurikulum
model teknologi, teknologi pendidikan mempunyai dua aspek, yakni hardware berupa
alat benda keras seperti proyektor, TV, LCD, radio, dan sebagainya, dan software berupa
teknik penyusunan kurikulum, baik secara mikro maupun makro. Teknologi yang
telah diterapkan adakalanya berupa PPSI atau Prosedur Pengembangan Sitem
Intruksional, pelajaran berprogram dan modul.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kurikulum sebagai program belajar
bagi siswa harus memiliki tujuan yang ingin dicapai, isi program yang harus
diberikan dan strategi/cara bagaimana melaksanakan program tersebut.
Prinsip
desain dalam kurikulum ada delapan yaitu 1) Desain kurikulum harus memudahkan
dan mendorong, 2) Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna, 3)
Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan
prinsip-prinsip belajar, 4) Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan
pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa, 5)Desain
harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak,
6)Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan,
7)Kurikulum harus didesain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak,
kepribadian, pengalaman, 8)Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat
diterima.
Dalam kurikulum setidaknya ada tiga
pendekatan yaitu 1) pendekatan subjek akademik, dimana pendekatan ini dalam
menyususn kurikulum atau program pendidikan didasarkan pada sistematisasi
disiplin ilmu masing-masing, 2) pendekatan humanistik, dalam pengembangan
kurikulum bertolak dari ide memanusiakan manusia. Penciptaan konteks yang
memberi peluang manusia untuk menjadi lebih human, untuk mempertinggi harkat
manusia merupakan dasar filosofi, dasar teori, dasar evaluasi dan dasar
pengmbangan program pendidikan; 3) pendekatan teknologis, dalam menyusun
kurikulum atau program pendidikan bertolak dari analisis kompetensi yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.
B.
Saran
Makalah ini masih terbatas untuk
dijadikan landasan kajian ilmu. Oleh karena itu, kepada para pembaca agaar
melihat referensi lain yang terkait dengan pembahasan makalah ini sebagai
tambahan dalam referensi keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Sanjaya,
Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009.
Hamalik,
Oemar, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2007.
Hamalik, Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Sudjana,
Nana, Dasar-dasar Proses Belajar
Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009.
Idi, Abdullah , Pengembangan Kurikulum Teori Dan
Praktek, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
[1]Nana sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung
: Sinar Baru Algesindo, 2009), 2
[2]Oemar
Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2006), hlm. 96
[3] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 63.
[5] Oemar Hamalik, Dasar-dasar
Pengembangan,...193.
[6] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 77
[7] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 78
[8] Wina Sanjaya, Kurikulum
dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 79
[9] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum Teori Dan
Praktek, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm 190
Tidak ada komentar